Lintaspost.com, Bandar Lampung | Forum Komunikasi Partisipasi Masyarakat untuk Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Forkom PUSPA) Provinsi Lampung menggelar Webinar mengusung tema : “Pola Pengasuhan Positif sebagai Strategi Penurunan Angka Kekerasan terhadap Anak dalam Keluarga” di Bandar Lampung, Selasa (30/11) dari Pukul 09.00-12.30 WIB. Kegiatan yang ditaja secara daring ini menjadi kegiatan awal sekaligus membuka rangkaian hari ibu di provinsi Lampung.
Kegiatan Webinar yang diikuti 170 peserta antara lan; dari jaringan Forkom PUSPA, jaringan PKK, organisasi masyarakat sipil, komunitas, lembaga kemahasiswaan, dan Dinas PPPA di Provinsi Lampung. Webinar di dilengkapi dengan fasilitas terjemahan Bahasa isyarat oleh Juru Bahasa Isyarat (JBI) untuk sahabat- yang tidak menggunakan suara sebagai bahasa komunikasi.
Webinar yang dimoderatori Burhibani (Direktur Eksekutif PKBI Lampung, Anggota Forkom Puspa Lampung) menghadirkan tiga narasumber yaitu; Fitriana Wuri Herarti, M.Psi (Child Development Specialist – ChildFund International in Indonesia) menyampaikan pemikirannya tentang “Konsep dan teori dan bagaimana pola pengasuhan positif dapat menjadi strategi dalam menurunkan angka kekerasan dalam rumah tangga.”.
Kedua, Agustinus Subagio (Koordinator Program YPSK LDA) dengan makalahnya“Pengalaman pelaksanaan program pola pengasuhan positif di Lampung, Praktik baik, Peluang dan tantangan yang ada pada program” dan Narasumber ketiga, Fitrianita Damhuri (Kepala Dinas PPPA Provinsi Lampung) menyampaikan tentang “Kebijakan dan program Pemerintah provinsi Lampung terkait penurunan angka kekerasan terhadap anak melalui penguatan fungsi keluarga.”
Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Lampung sekaligus salah satu pelindung (Forkom PUSPA) Provinsi Lampung yang menjadi pembicara kunci mengatakan, setiap tanggal 22 desember kita harus m emperingati Hari Ibu . Pasalnya, kita harus mengingat 22 Desember 1928, merupakan sejarah hari ibu dimulai yaitu saat kongres perempuan pertama diadakan di Jogjakarta.
“Tema yang diangkat dalam kongres itu adalah memperjuangkan hak perempuan dalam perkawinan, melawan perkawinan dini, poligami dan pendidikan perempuan, ” papar Riana Sari sembari mengajak semua pihak memaknai peran ibu dalam keluarga maupun masyarakat.
Kegiatan ini, lanjutnya, selain menjadi kegiatan awal untuk seluruh rangkaian Peringatan Hari Ibu di Provinsi Lampung, juga masih dalam rangkaian 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak. Secara khusus ditekankan bahwa kekerasan terhadap anak merupakan kejahatan kemanusiaan yang menimbulkan dampak luar biasa bagi korbannya.
Pada kesempatan itu, Riana mengingatkan, kekerasan terhadap anak adalah perbuatan disengaja yang menimbulkan kerugian atau bahaya terhadap anak-anak yang mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya tidak hanya secara fisik, emosional, seksual, dan sosial bahkan dapat berujung pada kematian.
“Sayangnya, meski telah ada berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur hukuman pidana maksimal terhadap para pelaku kekerasan terhadap anak, kasus-kasus kekerasan terhadap anak dari tahun ke tahun semakin meningkat. Peningkatan kasus kekerasan terhadap anak ini tidak hanya meningkat secara jumlah saja, tapi dampak yang semakin buruk, brutal dan tidak berperikemanusiaan,” ujar Riana mengingatkan.
Korban Kekerasan Anak di Indonesia
Ketua Forum Komunikasi Partisipasi Masyarakat untuk Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Forkom PUSPA) Provinsi Lampung, Yuli Nugrahani mengatakan, mengacu pada data Simfoni-PPA yang mengutip Kompas.com, tercatat adanya 5.463 anak di Indonesia yang menjadi korban kekerasan hanya dalam hitungan Januari hingga Juli 2021.
“Data Simfoni juga menyatakan bahwa kasus kekerasan pada anak sebagian besar terjadi di lingkup rumah dan di alami oleh anak tanpa memandang berapa usia dan jenis kelaminnya,” ujar Yuli.
Dari 5.463 anak korban kekerasan yang tercatat, paparnya, anak dari usia 0 tahun pun sudah ada yang menjadi korban kekerasan dan walaupun mayoritas korbannya adalah anak perempuan dengan 5.198 kasus, tapi anak laki-laki pun berpotensi menjadi korban kekerasan.
“Pelakunya tidak hanya ayah namun juga ibu dan kerabat yang tinggal di rumah yang sama. Di dalam konteks lokal Lampung, Simfoni PPA juga menyediakan data bahwa Lampung ada dalam peringkat ke 10 dari 10 Provinsi dengan wilayah dengan angka kasus kekerasan anak tertinggi di Indonesia,” ujar Yuli mengingatkan.
Menurut Yuli terdapat beberapa hal yang menjadi pendorong terjadinya kekerasan terhadap anak yang terjadi di dalam lingkup rumah tangga diantaranya adalah ketidaktahuan orang tua bahwa apa yang di lakukannya merupakan salah satu atau beberapa bentuk kekerasan terhadap anak.
“Ketika kekerasan terjadi, banyak orang tua yang menyatakan bahwa kekerasan pada anak yang terjadi di lakukan oleh orangtua tanpa disengaja, tidak dari hati mereka, karena mereka dalam posisi kelelahan, pengalaman masa lalu, sedang ada masalah, anak-anak yang susah di atur dan sebagainya bahkan dalam beberapa kasus kekerasan seksual terhadap anak yang dilakukan oleh ayah, ibunya mengetahui namun tidak melaporkan karena mereka sangat bergantung pada ayah,” imbuh Yuli.
Beberapa tahun belakangan. Lanjut Yuli, positive parenting atau pola pengasuhan positif mulai di perkenalkan sebagai salah satu strategi untuk menurunkan angka kekerasan terhadap anak dalam keluarga. Mengasuh dan mendidik anak bukan hanya tugas ibu namun tugas bersama ayah dan ibu di dalam keluarga.
Ketika memutuskan untuk berumah tangga, terang Yuli, semua pasangan perlu menggali dan mempelajari mengenai ilmu parenting. Orangtua juga harus mengenali dirinya sendiri, kelebihan dan kekurangan pribadi.
“Karena hal ini dapat menjadi pendukung dan penghambat dalam pengasuhan anak serta mempersiapkan diri secara fisik dan mental untuk memiliki anak. Kemudian untuk membersamai tumbuh kembang mereka. Ketika hal ini terjadi di harapkan anak dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal sesuai dengan potensi yang mereka miliki,” tandas Yuli. (Christian saputro)